Senin, 27 Mei 2013

White Balance

Memahami "White Balance" Pada Kamera Digital E-mail
Sebuah benda berwarna putih akan tetap tampak putih di mata kita walau disinari cahaya kekuningan. Itu terjadi karena mata kita melakukan adaptasi, juga nalar kita membantu memberi tahu bahwa benda yang kita lihat berwarna putih. Namun, kalau benda berwarna putih itu disinari cahaya kekuningan lalu difoto, benda itu akan tampak berwarna kekuningan pada fotonya. Tidak putih lagi.
Hal itu terjadi karena kamera tidaklah berpikir. Dia hanya merekam apa adanya. Kalau putih akan dia rekam putih, dan kalau merah akan dia rekam merah. Kamera tidaklah peduli dari mana warna itu datang: apakah warna asli ataukah warna akibat cahaya yang datang.
Atas dasar inilah, dalam dunia fotografi digital dikenal adanya penyesuaian pada warna putih ini, yang dikenal dengan istilah white balance atau biasa disingkat WB. Penyesuaian ini dilakukan agar benda berwarna putih akan terekam putih dengan cahaya berwarna apa pun.
Keaslian warna sangat penting pada foto-foto yang membutuhkan akurasi warna seperti foto kain, lukisan, dan benda komersial lain.
Mengapa putih
Alasan mengapa warna putih yang dipilih sebagai dasar koreksi adalah karena hanya warna ini yang absolut pada perubahan. Diberi cahaya kuning dia akan jadi kuning dan seterusnya. Sedangkan warna lain, kalau diberi warna kuning, akan berubah jadi warna baru yang sangat tidak terukur. Masalah terukur ini jadi penting karena kita perlu tolok ukur asli untuk mengoreksi agar warna bisa kembali ke aslinya. Hanya warna putih yang akurat. Tak ada putih muda, putih tua, putih kekuningan, atau putih kehijauan. Putih ya putih, titik.
Dalam sebuah kamera digital, ada fungsi pengaturan WB ( white balance ). Pengaturan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang kita pakai. Kalau pengaturan benar, warna pada foto kita akan akurat.
Pada kamera amatir, pengaturan semata berdasarkan simbol-simbol. Pilihlah simbol matahari kalau cahaya yang menyinari foto kita adalah cahaya matahari. Pilihlah simbol lampu pijar kalau memang cahaya yang menyinari foto kita adalah cahaya dari lampu pijar, dan seterusnya.
Simbol-simbol lain adalah gambar neon untuk pencahayaan dengan lampu neon, gambar petir untuk pencahayaan dengan lampu kilat, gambar awan untuk pencahayaan pada cuaca berawan, serta gambar rumah yang sebagian tercahayai untuk foto di tempat teduh.
WB otomatis
Ada satu lagi pilihan, yaitu AWB (auto WB, atau WB otomatis) alias berdasarkan kesimpulan sang kamera. Hati-hati dengan pilihan AWB ini karena kamera bisa salah mengambil kesimpulan seperti terlihat pada Foto 2. Pada Foto 2A, cakram kuning terekam kuning pada AWB karena ada putih dan abu-abu yang jadi pembanding. Tapi manakala tidak ada pembanding alias kita memotret cakram kuning dalam jarak sangat dekat, cakram kuning itu akan direkam jadi putih oleh kamera yang diset AWB.
Pada kamera profesional, pengaturan WB bisa dilakukan dengan lebih akurat, yaitu dengan mengatur derajat Kelvin dari cahaya yang mencahayai foto kita. Cahaya matahari siang bersuhu sekitar 5.500 derajat Kelvin, cahaya neon sekitar 4.000 derajat Kelvin, cahaya lampu pijar sekitar 3.000 derajat Kelvin, dan seterusnya.
Kesalahan mengatur derajat Kelvin akan berpengaruh terhadap kesalahan warna pada foto kita. Misalnya kamera diset dengan 3.000 derajat Kelvin (lampu pijar), tapi dipakai memotret pada cahaya matahari, foto yang dihasilkan akan total berwarna kebiru-biruan.
Sebaliknya, kalau kamera diset untuk matahari (5.500 derajat Kelvin), tapi dipakai memotret dalam ruangan yang diterangi lampu pijar, foto yang dihasilkan akan kekuning-kuningan.
Maka, kalau foto kita kekuningan, artinya pengaturan derajat Kelvin kamera kita terlalu tinggi. Turunkanlah pengaturannya, misalnya dari matahari jadi neon, atau dari neon menjadi lampu pijar. Pada pengaturan profesional, kecilkan angka derajat Kelvinnya, misalnya dari 5.000 menjadi 3.000.
Demikian pula sebaliknya. Kalau foto kita kebiruan, ubahlah set kamera kita dari lampu pijar menjadi neon atau dari neon menjadi matahari. Dalam pengaturan profesional, naikkan angka derajat Kelvinnya, misalnya dari 3.000 menjadi 5.000.
Untuk fotografi panggung, pilihlah WB 5.500, alias sama dengan cahaya matahari, agar merah terekam merah dan biru terekam biru seperti pada Foto 3.
Pemotretan panggung memang umumnya permainan warna sehingga itu harus direkam apa adanya. Pemilihan WB 5.500 derajat Kelvin adalah titik pilihan agar semua rentang warna bisa terekam dengan baik.
Pada pemotretan pemandangan pagi, ada baiknya pengaturan sengaja dibuat salah. Cahaya pagi bersuhu sekitar 4.500 derajat Kelvin, maka kalau kamera diset ke cahaya matahari, hasil fotonya akan kekuningan. Suasana pagi terekam.
Tapi, untuk hasil yang lebih kuning lagi (kesan hangat), kamera bisa diset ke 6.000 atau bahkan 7.000 derajat Kelvin.

Sabtu, 30 Juni 2012

How to make a Great Photo

CARA MEMBUAT FOTO BAGUS

BAGAIMANA SIH CARA MEMBUAT FOTO BAGUS ?

Earn Money Selling Photos on the Internet. Online stock agencies: dreamstime.com
featurepics.com
bigstockphoto.com
123rf.com
Pertama-tama sebelum memasuki pembicaraan tentang fotografi dan cara membuat foto yang bagus, maka kita harus menyepakati arti kata bagus itu dulu. Pengertian bagus sangatlah subyektif dan relatif. Karena bagus bagi seseorang belum tentu bagus bagi yang lain. Meskipun demikian, ada benang merah yang bisa kita terapkan untuk mendasari kita menilai sebuah foto.

Dasar penilaian obyektif dalam menilai sebuah foto adalah teknik-kreatif-komunikatif.

Persoalan teknik menjadi pondasi penciptaan karya foto.
Jika kita melihat sebuah foto tidak fokus, maka foto tersebut tidak bisa kita sebut bagus. Jika pencahayaannya kurang (under exposure), maka secara teknik juga jauh dari bagus. Masalah fokus, pengukuran exposure, pemilihan lensa, kesalahan pemilihan resolusi image, ISO tidak tepat, white balanced menyimpang, dan persoalan lain seputar pengoperasian kamera, adalah ketrampilan penguasaan teknik. Dalam hal ini seorang fotografer harus menguasainya dan menjadi basic atas ketrampilan berikutnya.
Masih di wilayah teknik, adalah penguasaan ketrampilan menata lighting. Fotografi tanpa lighting bukanlah fotografi. Cahaya dibutuhkan fotografer seperti kebutuhan pelukis atas cat atau tinta. Menurut akar katanya, fotografi adalah melukis dengan cahaya. Tidak ada cahaya, fotografer tidak bisa memotret.

Fotografi mau tidak mau adalah salah satu media bagi bahasa komunikasi visual yang masuk dalam khasanah seni rupa. Dengan kamera dan cahaya, seorang fotografer mengungkapkan ide, gagasan dan pesan kreatifnya. Ungkapan kreatif-artistik tersebut dapat terwujud dengan baik, jika penempatan obyek di dalam viewer tertata baik komposisinya. Penataan komposisi ini menjadi basic atas hasil sebuah foto terlihat indah atau tidak. Penataan komposisi yang tidak tepat menjadikan sebuah foto kehilangan gregetnya.

Adalah omong kosong belaka jika belajar fotografi hanya dengan menguasai teorinya saja dengan tidak pernah melakukan pemotretan. Kesempurnaan hanya dapat dicapai dengan banyak latihan. Latihan terbaik adalah memotret. Bawalah kamera kemanapun kita pergi. Potretlah apa pun yang menurut kita layak kita potret. Lakukan pemotretan dengan dasar-dasar teori yang pernah dipelajari. Lakukan pemotretan dengan jangan asal jepret. Sebelum memotret lakukan pengamatan terlebih dahulu.
Lihat, amati, pertimbangkan, arahkan kamera, pilih mode operasional kamera yang sesuai, tunggu saat yang tepat, baru jepret. Pemotretan yang asal jepret akan menghabiskan kapasitas memory card. Selain itu juga akan menjadikan kita sibuk setelahnya, karena akan banyak foto yang akan kita delete. Belum lagi dengan usia kamera yang makin menyusut, karena pemakaian yang berlebihan.
Setelah kita menguasai teknik operasional kamera, lighting, dan komposisi, maka kita tidak akan kesulitan untuk mencoba berkata-kata dengan bahasa fotografi. Masalah teknik adalah tata bahasa. Foto adalah media komunikasi visual. Untuk dapat menguasai bercerita dengan foto maka kita harus menguasai tekniknya dulu. Jika belum apa-apa kita pengin ngomong dengan fotografi padahal kita belum mengerti tekniknya, maka kita berlaku seperti anak kecil yang baru belajar ngomong dan mengeluarkan semua kata yang dikuasainya. Akibatnya, orang lain pun tidak mengerti maksud dari si anak tadi.

Oleh karena itu, belajar teknik adalah mutlak perlu. Belajarlah secara bertahap. Step by step. Jangan tergesa-gesa melangkah ke anak tangga berikutnya jika anak tangga terbawah belum dijejak. Bila memaksa diri maka kita akan menjadi frustrasi dan akan kehilangan kenikmatan melalui proses pembelajaran yang benar. Pelatihan fotografi membutuhkan proses. Belajar fotografi membutuhkan pemahaman teori dan pengendapan rasa. Meskipun tidak ada cara instan belajar fotografi, namun ada cara mudah mencapainya.
Cara termudah belajar fotografi adalah dengan dipandu fotografer senior yang menguasai cara mengajar dengan benar. Banyak fotografer hebat, namun belum tentu hebat ketika mengajarkan ilmunya.
Belajar fotografi bisa secara otodidak, namun akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan tidak ada yang mengevaluasi atau membetulkan jika kita salah. Cara termudah adalah dengan bimbingan fotografer lain.
Hanya masalahnya apakah kita dapat mengganggu fotografer senior dengan pertanyaan-pertanyaan kita kapan pun kita mau? Tentu saja tidak! Oleh karena itu pilihlah pembimbing yang memang meluangkan waktunya untuk membimbing pemula. Pilihan terbaik hanyalah melalui kursus fotografi online. Kapan pun kita punya masalah, kita bisa melayangkan email dan meminta penjelasan. Simple dan flexible.
Menjadi seorang fotografer adalah masalah pilihan. Kita mau menjadi fotografer yang mampu membuat foto-foto cantik atau cukup puas dengan foto-foto asal jepret. Jika kita ingin membuat foto indah maka kita harus belajar dengan melalui tahapan tadi. Bila kita hanya ingin memotret dengan asal jepret, maka Anda membuang waktu dengan membaca artikel ini

Tempat Saya Biasa jual Foto, Anda juga bisa ikut jual foto dengan syarat fotonya Bagus,tak ada salahnya bila mencoba :
dreamstime.com
featurepics.com
bigstockphoto.com
123rf.com

PhotoGrapy - FotoGrafi

Fotografi berarti "menggambar dengan cahaya". Dan itu artinya bahwa esensi dari fotografi adalah memahami faktor pencahayaan dan efeknya pada foto yang dihasilkan. Keseimbangan antara highlight dan shadow merupakan salah satu efek yang timbul dari pengaturan pencahayaan.
Secara prinsip, terdapat 2 cara pencahayaan pada fotografi:
(1) Available lighting (ambient)
adalah pemotretan dengan memanfaatkan cahaya yang tersedia, baik natural light maupun room light,
 


(2) Artificial lighting
adalah pemotretan dengan menggunakan sumber cahaya yang sengaja ditambahkan seperti penggunaan flash, strobist, studio light, dan alat-alat pendukung lainnya.

Saya baru saja menemukan sebuah situs menarik yang memberikan penjelasan mengenai tips & teknik lighting ini, silakan klik:
Tutorial Lighting Photography
Selamat belajar & praktek :-)

Menentukan Shutter Speed

Pemilihan shutter speed akan menentukan hasil & efek yang muncul pada foto. Beberapaefek yang dapat muncul dari pemilihan shutter speed di antaranya:

(1) Freezing
Adalah efek yang menyebabkan obyek bergerak tampak tajam dan seakan-akan "membeku" dalam foto. Efek ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed tinggi pada obyek yang bergerak, misalnya pada foto burung berikut ini:


(foto dari http://aaronwarias.wordpress.com/
Efek ini juga bisa digunakan untuk foto olahraga atau foto anak seperti foto berikut:

Untuk melakukan freezing, shutter speed harus diset cukup tinggi agar dapat mengimbangi atau melampaui kecepatan gerak obyek. Shutter speed yang disarankan biasanya 1/500 s atau lebih cepat.

(2)  Panning
Adalah efek yang menyebabkan obyek tampak jelas dengan latar belakang blur. Foto ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed sedang sampai lambat (1/100 s atau lebih lambat) dan menggerakkan kamera searah dengan gerakan obyek.
Contoh foto sebagai berikut:




(3) Motion blur
Adalah efek yang timbul karena gerakan ebagian obyek dalam foto. Efek ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed sedang sampai lambat (1/100 s atau lebih lambat) dan mengunci fokus pada satu obyek diam.
Contoh fotonya sebagai berikut:


(4) Trace of light
Adalah efek yang ditimbulkan akibat penggunaan shutter speed lambat (1 s atau lebih lambat) sehingga meninggalkan jejak gerakan cahaya pada foto. Contohnya seperti pada foto berikut:

Kreativitas footografer akan dapat menghasilkan lebih banyak lagi efek-efek menarik dari pemilihan shutter speed.

ketepatan pemilihan shutterspeed juga akan mempengaruhi ketajaman gambar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan shutter speed di antaranya:
(1) Gerakan obyek
Shutter speed harus dapat mengimbangi atau melebihi kecepatan gerak obyek agar diperoleh foto obyek yang tajam
(2) Jarak fokus lensa
Untuk menjamin ketajaman gambar, sebaiknya digunakan shutter speed minimal 1.5x jarak fokus lensa. Jadi jika menggunakan lensa 50 mm, sebaiknya gunakan shutter speed lebih cepat daripada 1/75 s. Lensa 300 mm sebaiknya menggunakan shutter speed 1/450 s atau lebih cepat ,,, dan seterusnya
(3) Batas kestabilan pribadi
Setiap fotografer sebaiknya mengenali seberapa stabil pegangannya pada kamera. Dengan lensa standar 50 mm, beberapa fotografer dapat memperoleh foto yg tajam pada speed 1/30 s. Jika menggunakan kecepatan lebih lambat dari itu, sebaiknya gunakan alat bantu seperti monopod atau tripod.